Langsung ke konten utama

Makalah Bab Puasa dalam Kitab Fathul Qorib

MAKALAH BAB PUASA Diajukan sebagai tugas terstruktur mata kuliah “Kajian Kitab Kuning Fathul Qorib” Dosen Pengampu: Fairuz ‘Ainun Na’im, Lc. MA. Kelompok 4: Aminah Lailatud Daiyah 1708101006 Inda Chaerunnisah 1708101001 Jihan Nurul Shabila 1708101015 Abdul Farhan 1708101016 Muh. Yusuf 1708101199 Ulfatun Khasanah 1708101194 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN SYEKH NURJATI CIREBON 2020

Makalah Bab Puasa dalam Kitab Fathul Qorib

MAKALAH
BAB PUASA
Diajukan sebagai tugas terstruktur mata kuliah “Kajian Kitab Kuning Fathul Qorib”
Dosen Pengampu: Fairuz ‘Ainun Na’im, Lc. MA.



Kelompok 4:
Aminah Lailatud Daiyah 1708101006
Inda Chaerunnisah 1708101001
Jihan Nurul Shabila 1708101015
Abdul Farhan 1708101016
Muh. Yusuf 1708101199
Ulfatun Khasanah 1708101194


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun hanya sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan kami berterimakasih kepada Bapak Fairuz ‘Ainun Na’im, Lc. MA selaku dosen mata kuliah “Kajian Kitab Kuning Fathul Qorib” yang telah memberi pengarahan dalam penulisan ini serta membimbing kami hingga kami dapat menyelesaikan tugas terstruktur ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

                                                                                    Cirebon,  27 Maret 2020

Pemakalah


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan Masalah 4
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1. Pengertian Puasa 5
2.2. Syarat dan Rukun Puasa 5
2.3. Hal yang Membatalkan Puasa 6
2.4. Hal yang Disunnahkan ketika Berpuasa 7
2.5. Hari yang diharamkan untuk Berpuasa 8
2.6. I’tikaf 8
BAB III PENUTUP 10
Kesimpulan 10





BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Puasa merupakan salah satu dari rukun Islam, yakni rukun Islam yang ke empat. Oleh karena itu setiap orang yang beriman, setiap orang Islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.
Puasa  juga merupakan suatu tindakan menghindari makan, minum, serta segala hal lain yang dapat memuaskan hasrat-hasrat psikis maupun fisik yang dilakukan pada masa tertentu. Makna dan tujuannya secara umum adalah untuk menahan diri dari segala hawa nafsu, merenung, mawas diri, dan meningkatkan keimanan terhadap Allah SWT. Salah satu hikmah puasa ialah melatih manusia untuk meningkatkan kehidupan rohani. Nafsu jasmani yang terdapat dalam diri tiap individu harus diredam, dikendalikan, dan diarahkan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang mulia. Setiap orang yang menjalankan puasa pada hakekatnya sedang memenjarakan dirinya dari berbagai nafsu jasmani.
Untuk ini pemakalah di sini akan membahas tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa, syarat-syarat, rukun puasa, yang membatalkan puasa dan lain sebagainya.
Rumusan Masalah
Apa pengertian puasa menurut bahasa dan istilah?
Apa saja syarat wajib puasa?
Apa saja yang menjadi rukun puasa?
Apa hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa?
Apa saja yang dapat membatalkan puasa?
Apa yang dimaksud dengan i’tikaf?
Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian puasa menurut bahasa dan istilah
Untuk mengetahui syarat wajib puasa
Untuk mengetahui rukun-rukun puasa
Untuk mengetahui kesunahan di dalam berpuasa
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membatalkan puasa
Untuk mengetahui pengertian i’tikaf dan pelaksanaannya


BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Puasa

وَهُوَ وَالصَّوَمُ مَصْدَرَانِ مَعْنَا هُمَا لُغَةً أَلْاِمْسَاكُ وَشَرْعًا إِمْسَاكُ عَنْ مُفْطِرٍ بِنِيَّةٍ مَخْصُوْصَةٍ جَمِيْعَ نَهَارٍ قَابِلٍ لِلصَّوْمِ مِنْ مُسْلِمٍ عَاقِلٍ طَاهِرٍ مِنْ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ
Shiyam dan Shaum merupakan bentuk masdar yang memiliki arti sama yaitu menurut lughah (bahasa) yaitu Al-Imsaku yang artinya “menahan” dan menurut Syarah (Istilah) yaitu menahan dari sesuatu yang membatalkan puasa sepanjang siang hari yang bisa menerima ibadah puasa tersebut adalah orang-orang muslim yang berakal, suci dari haid dan nifas.
Syarat dan Rukun Puasa
Syarat Wajib Puasa
وشرائط وجوب الصيام أربعة أشياء: الإسلام والبلوغ والعقل والقدرة على الصوم
 Syarat wajib puasa ada empat yaitu Islam, baligh, berakal sehat, mampu berpuasa. Adapun penjelasan tentang syarat wajib puasa adalah sebagai berikut:
Beragama Islam
Seseorang itu diwajibkan menjalankan ibadah puasa, khususnya puasa Ramadhan, yaitu ia seorang muslim atau muslimah. Karena puasa adalah ibadah yang menjadi keharusan atau rukun keislamannya.
Baligh
Seseorang itu berkewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan, yaitu ia sudah baligh, dengan ketentuan ia pernah keluar mani dari kemaluannya baik dalam keadaan tidur atau terjaga, dan khusus bagi perempuan sudah keluar haid. Dan syarat keluar mani dan haid pada batas usia minimal 9 tahun. Dan bagi yang belum keluar mani dan haid, maka batas minimal ia dikatakan baligh pada usia 15 tahun dari usia kelahirannya. Syarat ketentuan baligh ini menegaskan bahwa ibadah puasa Ramadhan tidak diwajibkan bagi seorang anak yang belum memenuhi ciri-ciri kebalighan yang telah disebutkan di atas. Baligh juga bisa sebagai mukalaf atau orang yg sudah dikenakan hukum syariat.


Berakal
Bagi seorang muslim dan baligh itu terkena kewajiban menjalankan ibadah puasa, apabila ia memiliki akal yang sempurna atau tidak gila, baik gila karena cacat mental atau gila disebabkan mabuk. Seseorang yang dalam keadaan tidak sadar karena mabuk atau cacat mental, maka tidak terkena hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa, terkecuali orang yang mabuk dengan sengaja, maka ia diwajibkan menjalankan ibadah puasa di kemudian hari (mengganti di hari selain bulan Ramadhan alias qadha).
Mampu Menjalankan Puasa
Mampu menjalankan puasa artinya tidak wajib bagi orang yang sakit dan orang yang lemah.

Rukun Puasa
وفرائض الصوم أربعة أشياء: النية والإمساك عن الأكل والشرب والجماع وتعمد القيء
“Adapun fardhu/rukun atau tatacara puasa ada empat yaitu niat, menahan diri dari makan dan minum, jimak (hubungan intim), sengaja muntah.”
Berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam kitab Fathul Qorib diatas, dapat disimpulkan bahwa rukun puasa itu terdiri dari:
Niat
Untuk puasa wajib misalnya puasa Ramadhan ataupun puasa nadzar, maka niatnya  harus sebelum fajar atau dimalam hari, dan niat tersebut wajib dinyatakan / diucapkan. Berdasarkan hadits Hafsah, katanya: telah bersabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang tidak membulatkan niatnya buat berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah puasanya” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ash-Habus Sunan, dan dinyatakan sah oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Hakikatnya niat adalah menyengaja suatu perbuatan demi mentaati perintah Allah Ta’ala dalam mengharapkan keridhaan-Nya.
Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Hal yang Membatalkan Puasa
والذي يفطر به الصائم عشرة أشياء: ما وصل عمدا إلى الجوف والرأس والحقنة في أحد السبيلين والقيء عمدا والوطء عمدا في الفرج والإنزال عن مباشرة والحيض والنفاس والجنون والردة
“Yang membatalkan puasa ada sepuluh yaitu suatu benda yang sampai dengan sengaja ke dalam perut dan kepala dan suntik ke salah satu dua jalan (kemaluan depan belakang), muntah dengan sengaja, hubungan intim (jimak/watik) secara sengaja di kemaluan wanita, keluar mani (sperma) sebab persentuhan, haid, nifas, gila, murtad.”
Jadi perkara yang membatalkan puasa itu ada 10:
Yang pertama dan yg kedua dari yg sepuluh yaitu masuknya sesuatu kedalam tubuh dengan sengaja melalu rongga, baik yg terbuka (seperti mulut, hidung, telinga dan lain-lain) maupun yg tertutup seperti lubang baru karena suatu kecelakaan/operasi yg tembus ke dalam kepala. Maksudnya adalah orang yg berpuasa harus mencegah masuknya sesuatu ke dalam rongga (lubang).
Ketiga, mengobati orang yg sakit melalui dua jalan (qubul dan dubur).
Keempat, muntah dengan sengaja, namun apabila tidak disengaja maka puasanya tidak batal.
Kelima, bersetubuh dengan sengaja. Namun tidak batal apabila lupa (kalau sedang puasa). Barang siapa bersetubuh pada saat sedang puasa (di siang hari) dengan sengaja memasukkan alat kelaminnya pada kemaluan perempuan maka orang tersebut harus mengqodho puasa dan membayar tebusan yaitu memerdekakan seorang budak perempuan yang sehat, tidak memiliki cacat yang berbahaya untuk amaliyah dan pekerjaan. Apabila tidak menemui budak perempuan, maka orang tersebut wajib berpuasa 2 bulan berturut-turut dan apabila tidak mampu berpuasa 2 bulan berturut-turut maka memberikan makanan kepada orang miskin atau fakir, setiap orangnya 1 mud yaitu seperti tercukupnya membayar zakat fitrah, apabila tidak mampu semuanya maka orang tersebut memiliki tanggungan dana apabila suatu saat nanti ia mampu maka harus dibayar tebusan tersebut.
Keenam, keluar mani karena bertemunya dua kulit (antara laki-laki dan perempuan) walaupun tanpa berjima’. Baik yang hukumnya haram seperti mengeluarkannya dengan tangan, ataupun yg tidak diharamkan seperti dikeluarkan dengan tangan istrinya atau budaknya (tapi tetap batal). Apabila keluar mani disebabkan karena mimpi maka itu tidak batal.
Hal yang membatalkan puasa selanjutnya adalah haidh, nifas, gila, dan murtad.
Maka, apabila salah satu dari yang disebutkan itu terjadi, maka batallah puasa seseorang.

Hal yang Disunnahkan ketika Berpuasa
ويستحب في الصوم ثلاثة أشياء: تعجيل الفطر وتأخير السحور وترك الهجر من الكلام
Dan disunnahkan dalam berpuasa itu 3 hal:
Cepet-cepat/bersegera berbuka (ketika waktunya datang)
Yang pertama dari yang tiga yaitu disunnahkan untuk menyegerakan berbuka, seandainya jelas dan yakin orang yang berpuasa terhadap terbenamnya matahari (maghrib / waktu berbuka). Maka seandainya ragu, hendaklah jangan menyegerakan untuk berbuka. Dan disunnahkan juga berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma maka dengan air putih.
Mengakhirkan sahur
Yang kedua yaitu mengakhirkan sahur selama taka da keraguan (waktu imsak) dan sah sahurnya meski hanya sedikit makan dan minumnya.
Meninggalkan perkaatan keji/buruk
Yang ketiga yaitu disunnahkan meninggalkan keburukan, tegasnya yaitu meninggalkan keburukan dari ucapan. Maka hendaklah mawas orang yang berpuasa dari lisannya, dari perbuatan bohong, ghibah (gosip) dan sejenis lainnya dengan ghbah seperti marah.
Hari yang diharamkan untuk Berpuasa
ويحرم صيام خمسة أيام: العيدان وأيام التشريق الثلاثة
ويكره صوم يوم الشك إلا أن يوافق عادة له
“Haramlah berpuasa pada hari-hari yang lima, yaitu (a) hari raya dua (Fitri dan Adha); (b) hari-hari tasyriq yang tiga (tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah).
Dan dimakruhkan (makruh tahrim) berpuasa pada hari keraguan (yaitu tanggal 30 Sya'ban, bila keadaan rukyah masih meragukan), kecuali bila bertepatan dengan hari kebiasaan bagi dia (berpuasa sunnah).”
I’tikaf
فصل) والاعتكاف سنة مستحبة وله شرطان: النية والبث في المسجد)
ولا يخرج من الاعتكاف المنذور إلا لحاجة الإنسان أو عذر من حيض أو مرض لا يمكن المقام معه ويبطل بالوطء.
I'tikaf (iktikaf) atau berdiam diri di masjid itu adalah sunnah yang disenangi oleh Allah. Dan i'tikaf itu mempunyai 2 syarat, yaitu niat dan berdiam di masjid. Seseorang tidak boleh keluar dari (masjid ketika menjalankan) i'tikaf yang dinazari kecuali untuk keperluan manusia (seperti kencing dan berak) atau karena terhalang oleh haid atau sakit yang tak memungkinkan orang berdiam di masjid Dan batallah i'tikaf itu sebab persetubuhan (hubungan intim).
Pertanyaan dan Jawaban Mengenai Puasa
Nurhikmah kelompok 6
Pertanyaan: “Seberapa ada batasan waktu tertentu untuk beri’tikaf?”
Jawaban:
Adapun waktu minimal disebut I’tikaf, terdapat empat pendapat diantara para ulama, yaitu:
Pendapat pertama yang dianut oleh jumhur (mayoritas) ulama hanya disyaratkan berdiam di masjid. Jadi telah dikatakan beri’tikaf jika seseorang berdiam di masjid dalam waktu yang lama atau sebentar walau hanya beberapa saat atau sekejap (lahzhoh).
Pendapat kedua, sebagaimana diceritakan oleh Imam al-Haromain dan selainnya bahwa I’tikaf cukup dengan hadir dan sekedar lewat tanpa berdiam (dalam waktu yang lama). Mereka analogikan dengan hadir dan sekedar lewat saat wukuf Arofah. Imam al-Haromain berkata, “menurut pendapat ini, jika seseorang beri’tikaf dengan sekedar melewati suatu tempat seperti ia masuk di santu pintu dan keluar dari pintu yang lain, ketika itu ia sudah berniat beri’tikaf, maka sudah disebut I’tikaf. Oleh karenanya, jika seseirang berniat I’tikaf mutlak untuk nadzar, maka ia dianggap telah beri’tikaf dengan sekedar lewat di dalam masjid”.
Pendapat ketiga, diceritakan oleh Ash Shoidalani dan Imam al-Haromain juga selainnya bahwa I’tikaf dianggap sah jika telah berdiam selama satu hari atau mendekati waktu itu.
Pendapat keempat, diceritakan oleh Al-Mutawalli dan selainnya yaitu disyaratkan I’tikaf lebih dari separuh hari atau lebih dari separuh malam. Karena kebiaaan mesti dibedakan dengan ibadah. Jika seseorang duduj beberapa saat untuk menunggu sholat atau mendengarkan khutbah atau selain itu tidaklah disebut I’tikaf, haruslah ada syarat berdiam lebih dari itu sehingga terbedakanlah antara ibadah dan kebiasaan (adat).
Sebagaimana dikemukakan di atas, jumhur (mayoritas) ulama berependapat bahwa tidak ada batasan waktu I’tikaf, yang artinya boleh dilakukan sesaat di malam hari atau siang hari. Jadi, boleh dilakukan walaupun hanya sebentar saja di dalam masjid dan dengan niat ingin melakukan I’tikaf.
Eva Waroatul Muthiah: “Salah satu bentuk kafarat adalah memberi makan 60 orang miskin, itu dilakukannya hanya sekali atau selama berapa hari?”
Jawaban:
Kafarat tebusan yang memberi makan 60 orang miskin, aifarat ini berlaku 1 kali batal puasa karena bersetubuhnya pasangan suami istri maupun yang bukan sah suami istri, adapun pembayarannya boleh dicicil tidak harus 1 hari langsung ke 60 orang miskin atau fakir dengan catatan sudah terbayar sebelum datangnya bulan ramadhan tahun depannya.
Rahmat Surur: “Suntik obat dan donor darah apakah membatalkan puasa?”
Jawaban:
Pendapat :
Injeksi atau menyuntik itu adalah memasukkan obat atau nutrisi makanan menggunakan alat suntik, baik ke dalam otot atau pembuluh darah. Menurut mayoritas ulama, injeksi tidak membatalkan puasa, sebab obat dan nutrisi tidak masuk melalui lubang terbuka untuk keperluan medis. Sebagian ulama lain menyebutkan bahwa jika yang disuntikkan adalah nutrisi makanan maka membatalkan puasa. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyatakan, injeksi membatalkan puasa secara mutlak, baik berupa nutrisi makanan atau obat. Kemudian, mengenai donor darah, hukum donor darah sama seperti bekam, yaitu tidak membatalkan puasa sebab puasa batal karena masuknya sesuatu ke dalam tubuh melalui lobang terbuka.
Donor darah sebaiknya, ditunda sampai waktu berbuka, agar lebih berhati-hati karena takut darah yang dikeluarkan banyak(sama seperti bekam, dimana darah yang membatalkan puasa diantaranya darah haid, nifas, dan bekam) Fatawash shiyam oleh syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin baz pendapat ini cenderung ke mazhab Imam Hanbali.
Donor darah dan bekam menurut mazhab Syafi’i ini bolehkan karena keperluan media, tetapi tidak melalui lubang yang tersedia karena melalui lubang suntik bukan lubang alami. Imam Nawawi mengatakan bekam tidak membatalkan puasa, pendapat yang membatalkan puasa adalah golongan sayyidina Ali dan digantikan dengan wajib puasa dan kafarat dan hal ini berbeda pendapat. Di kitab Raudlotu tholibin segala sesuatu yang memasuki lubang dan tidak sengaja itu dibolehkan dan inhaler penyempotan itu tidak membatalkan puasa. Bekam dan donor darah meskipun tidak membatalkan puasa tetapi di makruhkan karena dilakukan di siang hari waktu berpuasa.
Ainun Umami
Apakah ketika ragu haidnya kapan selagi menjalankan puasa dan waktu berbuka haid. Bagaimana puasanya?
Jawaban:
Imam Suyuthi, segala sesuatu yang baru kejadian perkiraan waktunya adalah yang paling dekat. Keraguan ketika berbuka puasa maka yang paling dekat sebelum berbuka puasa, maka seketika itu juga batal puasanya, kalau memutuskan waktu terdekatnya adalah sebelum magrib makan sholat magribnya tidak sah karen asudah haid dan tidak dianggap dan kalau lupa maka mengambil waktu yang paling dekat.
Reza Alfiansyah: “Ketika makan tidak sengaja itu membatalkan puasa, maka ketidaksengajaan ketika bersetubuh itu bagaimana?”
Jawaban:
Hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah berpelukan dengan mahrom tetapi ketika ada potensi membagikan syahwat makan di makruhkan, jika keluar mani ketika prosesnya lewat sesuatu yang dibayangkan itu makruh, maka mendapat dosa, tetes telinga kalau tidak dibutuhkan sekali maka tidak boleh karena akan jatuh ke hukum makruh. Jadi sesuatu yang dilakukan sadar dan prosesnya melalui jima maka membatalkan puasa dan mendapat kafarat.
Nadia Qurrata Ayun: “ Cara mengganti puasa orang menyusui dan hamil bagaimana? Tahun 2018 tidak berpuasa karena hami, 2019 belum selesai karena menyusui. Apakah menggunakan fidyah atau meng qodo puasanya saja?”
Jawaban:
Menurut Syekh Nawawi Banten, ketidaksempatan qadha puasa karena sakit, lupa atau memang kelalaian menunda-nunda, tentu yang bersangkutan wajib mengqadha dan juga membayar fidyah sebesar satu mud untuk satu hari utang puasanya. Sebagaimana dikethui bahwa satu mud setara dengan 543 gram menurut Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah. Sementara menurut Hanafiyah, satu mud seukuran dengan dengan 815,39 gram bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.


DAFTAR PUSTAKA
Syekh Syamsuddin Abu Abdillah, 2017. Terjemah Fathul Qorib, Mutiara Ilmu: Surabaya
Syaikh Abu Syuja’ al-Asfihani, Fiqh Islam Tradisi, Ampel Mulia: Surabaya




Jangan lupa Kunjungi Akun sosial media kami lainnya..

YT_Pai-a Channel'17
IG_galery_senja17
Blogg_Https://paiamedia.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Bab Haji_Fathul Qorib

MAKALAH BAB HAJI Diajukan sebagai tugas terstruktur mata kuliah “Kajian Kitab Kuning Fathul Qorib” Dosen Pengampu: Fairuz ‘Ainun Na’im, Lc. MA. Kelompok 5: Wati Ratna Nengsih              1708101045 Nadia Qurotul’Ain Sanputri 1708101002 Eva Waroatul Muthi’ah         1708101189 Asep Jamaludin B                  1708101197 Fitri Nur                                 1708101196 Fahrur Raji                            1708101020 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN SYEKH NURJATI CIREBON 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun hanya ...
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera, Semoga teman-teman yang membaca Artikel/tulisan ini bisa mendapatkan manfaatnya.. Dan semoga bisa diberikan kesehatan dan kelancaran dalam segala hal.. Blogg ini dibuat nantinya untuk informasi informasi mengenai makalah-makalah terbaru yang akan kami rilis.. Barangkali dari teman-teman yang masih menempuh pendidikan bisa sebagai referensi ketika membuat tugas dan lain sebagainya.. Terimakasih Kampus kami : IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jurusan kami : Pendidikan Agama Islam Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Jika tulisan ini bermanfaat bisa kunjungi Akun sosial media lainnya YT_Pai-a Channel'17 IG_galery_senja17